DINAMIKA MASYARAKAT dan KEBUDAYAAN
MAKALAH
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
“ANTROPLOGI”
Dosen
pembimbing
ZUHRI HUMAIDI
Disusun oleh:
1. FAHMI FAKHRUDDIN G (933102515)
2. MOH. GHOZALI (933101815)
3. ACHMAD ANWAR S (933102115)
JURUSAN
USHULUDDIN
PRODI
PERBANDINGAN AGAMA
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kebudayaan merupakan salah satu cara hidup manusia.
Manusia mempunyai salah satu sifat yang paling mendasar yaitu berubah atau
melakukan perubahan. Perubahan tersebut tentu mempengaruhi cara – cara hidup
manusia beserta masyarakat sekitarnya sehingga terjadilah perubahan kebudayaan
atau yang disebut dengan dinamika kebudayaan. Dinamika kebudayaan merupakan
suatu hal yang unik dan menjadi perhatian para ahli antropologi. Para ahlipun
banyak meneliti hingga terlahirlah konsep – konsep dinamika kebudayaan yang
akan kami bahas disini.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang Masalah maka dapat dirumuskan
suatu pokok masalah yang kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut:
1. Apa
konsep-konsep mengenai masyarakat dan kebudayaan?
2. Bagaimana
proses perubahan kebudayaan masyarakat?
C.
Tujuan
Tujuan dalam kajian ini adalah untuk mengetahui
konsepsi-konsepsi mengenai pergeseran masyarakat dan kebudayaan, proses
kebudayaan sendiri, proses evolusi sosial, proses difusi, akulturasi dan
pembaharuan atau asimilasi dan perubahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsepsi-Konsepsi Mengenai Masyarakat dan Kebudayaan
Diantara konsep yang terpenting mengenai proses
kebudayaan oleh masyarakat yang bersangkutan, yaitu internalisasi, sosialisasi,
dan enkulturasi.[1]
a.
Proses internalisasi
Proses
Internalisasi adalah proses yang berlangsung sepanjang hidup individu, yaitu
mulai saaat ia dilahirkan sampai akhir hayatnya. Sepanjang hayatnya.
seorang individu terus belajar untuk mengolah segala
perasaan, hasrat, nafsu dan emosi yang membentuk kepribadiannya. Perasaan
pertama yang diaktifkan dalam kepribadian saat bayi dilahirkan adalah rasa puas
dan tak puas, yang menyebabkan ia menangis.[2]
Manusia mempunyai bakat yang telah terkandung di dalam
dirinya untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat,nafsu, serta emosi
dalam kepribadian individunya. Akan tetapi, wujud pengaktifan berbagai macam
isi kepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimulus yang
berada dalam alam sekitarnya dan dalam lingkungan sosial maupun budayanya.
Setiap hari dalam kehidupan individu akan bertambah
pengalamannya tentang bermacam-macam perasaan baru, maka belajarlah ia
merasakan kebahagiaan, kegembiraan, simpati, cinta, benci, keamanan, harga
diri, kebenaran, rasa bersalah, dosa, malu, dan sebagainyaa. Selain perasaan
tersebut, berkembang pula berbagai macam hasrat seperti hasrat mempertahankan
hidup.[3]
b.
Proses Sosialisasi
Sosialisasi merupakan sebuah proses seumur hidup dimana
seorang individu mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang meliputi cara-cara hidup,
nilai-nilai, dan norma-norma social yang terdapat dalam masyarakat agar dapat
diterima dan berpartisipasi efektif dalam masyarakat.
Sosialisasi adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakan
sebagai sebuah proses di mana seseorang belajar melalui interaksi dengan orang
lain, tentang cara berpikir, merasakan, dan bertindak, di mana kesemuanya itu
merupakan hal-hal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial
yang efektif.
Media sosialisasi adalah: keluarga, teman sepermainan,
sekolah yang merupakan media sosialisasi sekunder, tempat pekerjaan, masyarakat
umum yang merupakan media sosialisasi sekunder yang dominan terhadap proses
pembentukan kepribadian, dan media masa.
Proses sosialisasi itu sendiri adalah suatu proses dimana
seorang individu mendapatkan pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan
kelakuan kelompoknya. Maka kepribadian adalah keseluruhan faktor biologis,
psikologis dan sosilogis yang mendasari perilaku individu.[4]
c.
Proses Enkulturasi
Istilah yang
sesuai untuk kata “enkulturasi” adalah “pembudayaan”(dalam bahasa inggris
digunakan istilah institutionalization).Proses enkulturasi adalah proses
seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya
dengan adat, sistem, norma, dan peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.
Proses enkulturasi sudah dimulai sejak kecil dalam alam
pikiran warga suatu masyarakat; mula-mula dari orang-orang di dalam lingkungan
keluarganya, kemudian dari teman-temanya bermain. Sering kali ia belajar dengan
meniru berbagai macam tindakan, setelah perasaan dan nilai budaya pemberi
motivasi akan tindakan meniru itu telah
diinternalisasi dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru maka
tindakannya akan menjadi suatu pola yang mantap, dan norma yang megatur
tindakannya “dibudayakan”. Kadang-kadang berbagai norma juga dipelajari seorang
individu secara sebagian-sebagian. Disamping aturan-aturan masyarakat dan
Negara yang di ajarkan di sekolah melalui berbagai mata pelajaran seperti tata
Negara, ilmu kewarganegaraan dan sebagainya, juga aturan sopan-santun bergaul
dan lain-lainnya dapat di ajarkan secara formal.
Sebagai contoh dapat disebut misalnya cara seorang
Indonesia mempelajari aturan adat Indonesia yang menganjurkan agar orang
Indonesia yang habis berpergian ke suatu tempat yang jauh, memberi “oleh-oleh”
kepada kerabatnya yang dekat dan kepada para tetangganya yang tinggal di
sekitar rumahnya. Dalam proses sosialisasinya itu ia telah belajar cara-cara
bergaul dengan tiap individu dalam lingkungan kaum kerabat dan tetangga
dekatnya tadi, dan ia telah mengembangkan pola-pola tindakan yang berbeda dalam
hal menghadapi mereka itu masing-masing norma sopan-santun memberi “oleh-oleh”
tadi dibudayakan olehnya berdasarkan ajaran mengenai sopan-santun pergaulan
langsung dari orang tuanya. Walaupun ia telah yakin sepenuhnya bahwa adat itu
adalah benar dan bermanfaat, namun ada satu dua di antara mereka yang tidak
dibelikan oleh-oleh karena hubungan pergaulannya dengan orang-orang tersebut
bukan beruwujud pola-pola tindakan serba ramah, melainkan canggung dan kaku.[5]
Individu itu tidak dapat menyesuaikan kepribadiannya
dengan lingkungan social sekitarnya, menjadi kaku dalam pergaulannya, dan
condong untuk senantiasa menghindari norma-norma dan aturan-aturan
masyarakatnya. Hidupnya penuh peristiwa konflik dengan orang lain.
Individu-individu serupa itu disebut deviants.
Penyimpangan dari adat yang lazim merupakan suatu faktor
penting karena merupakan sumber dari berbagai jadian masyarakat dan kebudayaan
positif maupun negatif.
Kejadian masyarakat yang positif adalah perubahan
kebudayaan (culture change) yang menjelma kedalam perubahan dan pembaruan dalam
adat-istiadat yang kuno. Kejadian masyarakat yang negative misalnya berbagai
ketegangan masyarakat yang menjelma menjadi permusuhan antara golongan, adanya
banyak penyakit jiwa, banyaknya peristiwa bunuh diri, kerusakan masyarakat yang
menjelma menjadi kejahatan, demoralisasi dan sebagainya.[6]
B.
Proses Perubahan Kebudayaan Masyarakat
Disini yang menjadi perkembangan kebudayaan manusia dari
bentuk yang sederhana hingga bentuk yang semakin lama semakin kompleks. Proses
ini mengenai suatu aktivitas dalam sebuah lingkungan atau suatu adat dimana
aktivitas yang dilakukan terus berulang. Dan aktivitas yang dimaksud biasanya
aktivitas yang menyimpang atau diluar kehendak prilaku.[7]
Namun pada suatu ketika dan sering terjadi aktivitas tersebut selalu berulang
(recurent) dalam kehidupan sehari-hari disetiap masyarakat. Sampai akhirnya
masyarakat tidak bisa mempertahankan adatnya lagi, karena terbiasa dengan
penyimpangan-penyimpangan tersebut. Maka masyarakat terpaksa memberi konsesinya
dan adat serta aturan diubah sesuai dengan keperluan baru dari
individu-individu didalam masyarakat. Prosesnya diantara lain discovery dan
inventention, difusi kebudayaan, akulturasi, dan asimilasi.[8]
a.
Discovery dan inventention
Discovery
dan invention adalah
titik tolak studi mengenai pertumbuhan dan perubahan kebudayaan karena hanya
dengan proses inilah, unsur-unsur yang baru dapat ditambahkan pada keseluruhan
kebudayaan manusia. Walaupun unsur-unsur kebudayaan itu tersebar dari satu
masyarakat lain, sehingga bertambahnya kekayaan kebudayaan dapat diperoleh
dengan proses difusi, setiap unsur itu dapat diteliti dari gejala discovery dan invention. Artinya, setiap unsur kebudayaan pasti pernah menjadi
bagian utama yang diterapkan oleh masyarakat aslinya. Ketika ingin mengetahui
sejauh mana masyarakat menerapkan kebudayaan aslinya, sebelum terjadinya
perubahan kebudayaan, discovery dan invention merupakan konsep penelitian
sejarah kebudayaan.
Dengan demikian, discovery
dan invention merupakan faktor
penyebab terjadinya perubahan kebudayaan, dan merupakan metode menemukan
kesejarahan kebudayaan asli sebelum terjadinya perubahan, baik perubahan pada
tataran konseptual maupun penerapannya. Pada, discovery, penemuan terjadi secara kebetulan, sedangkan pada invention penemuan itu merupakan hasil
usaha yang sadar.[9]
Dalam invention terdapat
dua hal penting, yaitu sebagai berikut.
1. Basic invention
Basic invention adalah peristiwa yang meliputi pemakain
prinsip-prinsip baru atau kombinasi dari prinsip-prinsip baru. Membuka
kemungkinan-kemungkinan akan adanya kemajuan dan menjadi dasar invention. Jika basic invention diterima oleh masyarakat timbullah improving invention merupakan produk dua
aktivitas, yaitu aktivitas yang diusahakan dengan sadar, dan aktivitas yang
terjadi secara kebetulan. Dalam masyarakat modern, basic invention dilakukan dengan sadar yang dihasilkan dalam
laboratorium dengan rencana penelitian-penelitian tertentu. Untuk kegunaan
sehari-hari adalah improving invention sebab
basic invention kurang sempurna untuk
kegunaan praktis. Penemuan pertama akan disempurnakan oleh penemuan berikutnya,
itulah inti dari basic invention dan improving invention. Pada basic invention, antara penemu, hasil
penemuan, dan lingkungan kebudayaan terdapat hubungan erat.[10]
2.
Invention
Invention
adalah penerapan penemuan pengetahuan yang baru. Sumber invention dan menambah pengetahuan. Sumber yang besar
bagi invention adalah kebudayaan yang
merupakan lingkungan hidup dari penemuan itu.
Pengaruh invention sebagai
penemuan baru yang akan diterapkan pada kehidupan masyarakat membutuhkan
persyaratan berikut:
1.
Masyarakat membutuhkan pembaharuan
2.
Masyarakat memahami perubahan yang terjadi
3.
Masyarakat mengerti manfaat perubahan
4.
Terjadi proses pembelajaran secara regeneratif dalam kaitannya dengan
kebudayaan baru, dan perubahan-perubahan itu harus dapat diajarkan
5.
Perubahan itu harus menggambarkan keuntungan pada masa yang akan datang
6.
Perubahan itu tidak merusak prestise pribadi atau golongan
7.
Perubahan itu meluas dikalangan masyarakat dan diterima sebagai keharusan
sosial
b.
Difusi Kebudayaan
Difusi kebudayaan, artinya peminjaman kebudayaan dari
salah satu masyarakat kepada masyarakat lain. Difusi kebudayaan adalah proses
penyebaran unsur-unsur kebudayaan masyarakat kepada masyarakat lain. Proses
penyebaran dari individu ke individu lainpada suatu masyarakat disebut difusi
intra-masyarakat atau intradiffusion.
Adapun proses penyebaran masyarakat lainnya disebut intermasyarakat atau interdiffusion.
Salah satu prinsip difusi adalah, jika tidak terjadi
perubahan, unsur-unsur kebudayaan itu pada awalnya akan diambil oleh masyarakat
yang paling dekat hubungannya atau paling dekat letaknya dengan sumbernya,
kemudian barulah diserap oleh masyarakat yang letak dan hubungannya lebih jauh.
Prinsip kedua disebut marginal suvivals,
bahwa semakin jauh persebaran unsur-unsur kebudayaan dari pusatnya, semakin
kabur sifatnya, dan unsur-unsur itu banyak mengalami perubahan dalam bentukdan
isinya.
Difusi mengandung tiga proses yang dibedakan sebagai
berikut:
1.
Proses penyajian unsur-unsur baru kepada masyarakat.
2.
Penerimaan unsur-unsur baru
3.
Proses integrasi
Difusi kebudayaan dimualai dengan kontak kebudayaan.
Kontak kebudayaan terjadi karena adanya faktor alam dan faktor sosial. Kontak
kebudayaan atau peminjaman kebudayaan dapat terjadi karena adanya hubungan
perkawinan, hubungan perdagangan, dan adanya pembelajaran dari orang tua kepada
anak-anaknya. Oleh karena itu, pada masyarakat yang kehidupannya terasing,
kontak kebudayaan tidak akan terjadi.
Pada proses difusi selalu terjadi proses integrasi, yaitu
bagian-bagian dari kebudayaan satu dan yang lainnya berada pada persesuaian
yang lebih baik, artinya menyatu dan tidak dipisahkan oleh perbedaan
unsur-unsur kebudayaan.[11]
c.
Akulturasi
Istilah akulturasi telah digunakan pada akhir ke-19. Pada
tahun 1935, komite Social Science
Research Council sebagai bagian dari memorandum yang anggotanya adalah
Redfold, Linton, dan Herkovits, menyusun definisi tentang akulturasi yang dapat
digunakan sebagai pedoman penelitian mengenai akulturasi. Akulturasi meliputi
fenomena yang timbul sebagai hasil percampuran kebudayaan jika berbagai
kelompok manusia dengan kebudayaan yang beragam bertemu mengadakan kontak
secara langsung dan terus-menerus, kemudian menimbulkan perubahan dalam
pola-pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau pada keduanya.
Dengan demikian, dalam akulturasi terdapat perubahan dan pencampuran
kebudayaan.
Salah satu bentuk akulturasi adalah kontak kebudayaan
yang terus-menerus. Kontak terus-menerus dapat berlangsung oleh berbagai sebab,
misalnya karena salah satu negara dijajah oleh negara lain dalam waktu yang
lam, misalnya Indonesia oleh Belanda. Kontak terjadi secara terus-menerus
sehingga tidak sedikit kebudayaan Indonesia dicampuri oleh kebudayaan Belanda,
yang salah satunya adalah masalah hukum. Kontak terjadi karena adanya hubungan
perdagangan, hubungan perkawinan dan kekerabatan, dan hubungan lainnya yang
menimbulkan kontak intensif.[12]
Bentuk-bentuk kontak kebudayaan yang menimbulkan proses
akulturasi adalah sebagai berikut.
1.
Kontak dapat terjadi antara seluruh masyrakat, atau antarbagian dari
masyarakat, dan terjadi semata-mata antara individu dari dua kelompok. Adapun
unsur-unsur kebudayaan yang saling dipresentasikan bergantung pada jenis-jenis
kelompok sosial dan status individu yang bertemu.
2.
Kontak dapat diklasifikasikan antara golongan yang bersahabat dan golongan
yang bermusuhan. Dalam banyak kejadian, kontak antara bangsa atau suku bangsa
pada mulanya lebih bersifat bermusuhan
3.
Kontak dapat timbul antara masyarakat yang menguasai dan masyarakat yang
dikuasai, baik secara politik maupun ekonomi.
4.
Kontak kebudayaan dapat terjadi antara masyarakat yang sama besarnya dan
berbeda besarnya.
5.
Kontak kebudayaan dapat terjadi antara aspek-aspek yang materiil dan yang
nonmateriil dari kebudayaan yang sederhana dengan kebudayaan yang kompleks, dan
antara kebudayaan yang kompleks dengan yang kompleks pula.
Akibat yang ditimbulkan oleh akulturasi adalah sebagai
berikut.
1.
Terjadinya perubahan cara pandang tentang kehidupan bermasyarakat dari cara
lama ke cara baru.
2.
Terjadinya perubahan cara pergaulan serta semakin terbukanya hal-hal yang
awalnya dianggap tabu.
3.
Terbukanya wawasan masyarakat menuju pengetahuan yang lebih luas.
4.
Perubahan mentalistis, rasa malu, dan kepiawaian masyarakat.
d.
Asimilasi
Asimilasi termasuk salah satu konsep yang berhubungan
dengan perubahan kebudayaan karena asimilasi adalah fase dari akultural dan
akulturasi adalah satu satu aspek perubahan kebudayaan. Asimilasi meruapakan
proses sosial yang telah berlanjut yang ditandai oleh semakin kurangnya
perbedaan antar individu dan antar kelompok, dan semakin eratnya persatuan
aksi, sikap-sikap dan proses mental yang berhubungan dengan kepentingan dan
tujuan yang sama.[13]
Jika individu telah terasimilasikan pada satu kelompok
tertentu mereka kehilangan sifat-sifatnya yang khas. Asimilasi adalah salah
satu proses interprestasi dan fusi ketika orang-orang dan kelompok mendapatkan
kenang-kenangan, sentimen, dan sikap dari orang-orang atau kelompok lain yang
bersama-sama mengahayati pengalaman dan sejarah, dan kemudian terinkoporasikan
ke dalam satu kehidupan kebudayaan. Jadi, apabila dua kelompok atau lebih
melakukan asimilasi satu dan lainnya, garis-garis batas antarkelompok mulai
hilang dan ketentuan-ketentuan itu cenderung untuk menjadi satu kelompok,
setidak-tidaknya untuk satu tujuan tertentu. Apabila pada akulturasi,
masing-masing kelompok karena telah mengalami kontak langsung dan
terus-menerus, salingmengambil unsur-unsur kebudayaan, tanpa kehilangan
kepribadiannya, pada asimilasi, akibat dari kontak kebudayaan yang langsung dan
waktu yang lama memunculkan unsur-unsur kebudayaan yang baru, yang tidak serupa
dengan unsur-unsur yang lama.[14]
Proses asimilasi dapat berjalan lancar atau lambat
bergantung pada beberapa faktor. Menurut Harsoyo, faktor-faktor yang memudahkan
asimilasi adalah sebagai berikut.
a.
Faktor toleransi. Dua kelompok yang berbeda kebudayaannya dan saling
berhubungan dengan penuh toleransi, memudahkan peningkatan komunikasi dan
asosiasi yang mengakibatkan semakin cepatnya proses asimilasi. Adapun kelompok
yang sangat fanatik memegang teguh kepercayaan, adat istiadat, dan pandangan
hidupnya, yang melihat kebudayaan lain dengan penuh prasangka sulit
berasimilasi dengan kelompok yang lain.
b.
Faktor adanya kemungkinan yang sama dalam bidang ekonomi. Apabila satu
kelompok memiliki kehendak untuk menguasai kehidupan ekonomi kelompok lain,
atau dalam kenyataannya, satu kelompok ada dalam kedudukan ekonomis yang jauh
lebih baik, asimilasi, asimilasi sulit dijalankan. Demikian pula. Apabila
batas-batas antara kelas ekonomi amat tajam, asimilasi akan mengalai
kemunduran. Asimilasi antara dua kelompok berjalan baik apabila tidak ada
diskriminasi ekonomi.
c.
Faktor adanya simpati terhadap kebudayaan yang lain. Keadaan masyarakat
yang mengadakan kontak dan mengadakan asimilasi pada fase pertama antara satu
dan lainnya asing. Apabila masing-masing kebudayaan dapat menghormati dan
mempunyai simpati terhadap nilai-nilai yang berlaku pada setiap kelompok serta yang satu tidak merasa lebih tinggi
dari yang lain, asimilasi akan berjalan lancar.
d.
Faktor perkawinan campuran. Perkawinan campuran sangat bemanfaat bagi
asimilasi terutama pada masyarakat yang melaksanakan demokrasi sosial, politik,
dan ekonomi.[15]
Kesimpulan
Kebudayaan merupakan salah satu cara hidup manusia.
Manusia mempunyai salah satu sifat yang paling mendasar yaitu berubah atau
melakukan perubahan. Perubahan tersebut tentu mempengaruhi cara – cara hidup
manusia beserta masyarakat sekitarnya sehingga terjadilah perubahan kebudayaan
atau yang disebut dengan dinamika kebudayaan.
Konsep yang terpenting mengenai proses kebudayaan oleh
masyarakat yang bersangkutan, yaitu internalisasi, sosialisasi, dan
enkulturasi.
Perkembangan kebudayaan manusia dari bentuk yang
sederhana hingga bentuk yang semakin lama semakin kompleks. Di dalam
mempelajari masalah perubahan kebudayaan itu perlu disadari, bahwa perubahan
itu berjalan terus-menerus. Hanya ada perubahan kebudayaan yang lambat dan ada
perubahan yang cepat.
Proses perubahan kebudayaan yaitu discovery dan
inventention, difusi kebudayaan, akulturasi, dan asimilasi.
Daftar Pustaka
Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi. Jakarrta:UI-Press.1990
M.Keesing, Roder & Gunawan, Samuel. Antropologi Budaya. Surabaya:
Erlangga.1981
Harsojo, Prof. Pengantar
Antropologi. Bandung: Binacipta.1967
Zulkifli. Antroplogi
Sosial Budaya. Yogyakarta:Siddiq Press.2008
Poespowardojo, Soerjanto. Strategi Kebudayaan. Jakarta:PT Gramedia.1989
Ahmad Saebani. M.Si., Drs. Beni. Pengantar Antroplogi. Bandung: Pustaka Setia.2012
Casinoland: The Best Slot Games from Asia
ReplyDeleteRead our クイーンカジノ expert review of the top online casinos in Asia to find out what's popular and not so popular around the world.Is Pragmatic Play legal in Asia?Can 코인카지노 I play for real money ボンズ カジノ in Asia?